Tuesday, December 30, 2008

BERUK

Kalau sekilas anda melihat gambar di atas, saya yakin di benak anda akan terlintas sebuah batok kepala atau tengkorak dengan dua mata sipit dan sebuah lubang mulud yang berbentuk bulat, ditengah-tengahnya. Namun pasti akan berubah pikiran jika anda nanti melihat gambar yang ada di ujung paling bawah tulisan ini. Bukannya sebuah batok kepala, tetapi gambar tersebut adalah gambar batok kelapa.

Benda tersebut adalah sebuah alat takaran beras pada jaman dahulu, namanya “BERUK”. Takaran tersebut terbuat dari batok kelapa di potong setengah bola kemudian dibersihkan serabutnya dan diambil daging kelapanya. Dari beberapa beruk yang saya dapatkan bahwa, ternyata biasanya beruk tersebut bergaris tengah atau diameter 12 cm, berarti kedalamannya atau jari-jarinya 6 cm, jadi kalau kita hitung volumenya dengan menggunakan rumus matematika adalah sebagai berikut:

Isi bola dirumuskan dengan V = 4/3 x π x r3

Jika diameter “beruk” tersebut = 12 cm, maka jari-jari (r) = 6 cm,

Maka dapat dihitung volumenya sebagai berikut:

V/2 = 4/3 x π x 63

= 904,32/2

= 452,16 cm3

Dari perhitungan tersebut, maka dapat diketahui bahwa volume beruk itu kurang lebihnya adalah 452,16 cm3

Sebenarnya masyarakat pengguna beruk tidak tahu persis berapa volume alat takar yang mereka gunakan dan mulai kapan alat takar tersebut mulai digunakan sampai menjadi sebuah alat takaran yang dipakai patokan oleh banyak orang. Alat takar ini masih sering kita jumpai di daerah Jawa Timur dan masih dipakai sebagai alat penakar beras, jagung, kedelai baik untuk jual beli maupun untuk takaran yang lain. Alat ini masih sering dipakai oleh masyarakat sampai dengan tahun 1990 an. Masyarakat tidak pernah mempersoalkan kesamaan volume beruknya, tetapi masyarakat jaman dahulu setiap membuat dan menggunakan beruk kurang lebihnya sebesar itu.

Sebuah adat atau kebiasaan yang menunjukkan kejujuran sebuah masyarakat pada jamannya. Masyarakat tidak pernah ribut hanya karena masalah takaran, walaupun takaran tersebut tidak sama persis antara satu dengan yang lain, hal ini karena masyarakat sendiri yang membuat volume takaran itu sama atau mendekati sama.

Sangat berbeda dengan kondisi masyarakat sekarang. Saat ini telah ditemukan sebuah alat yang pasti sama ukurannya, yaitu timbangan, literan dan lain sebagainya yang diakui standarnya secara internasional. Walaupun alat yang telah didesain sama ukurannya untuk setiap jenis. Alat ini oleh masyarakat dibuat “tidak sama” dengan menambah beban pada sisi pembeban atau menipiskan bagian bawah alat literan pada saat membeli, sehingga mendapatkan jumlah atau volume yang banyak dan menebalkan bagian belakang alat literan atau menambah beban pada bagian tempat barang pada saat menjual, sehingga pembeli mendapatkan kurang dari ukuran yang sebenarnya dan sangat merugikan pembeli.

Mungkin dengan bergesernya peradaban membuat pergeser pula kejujuran masyarakat sekarang. Atau karena tuntutan duniawi yang sampai membutakan masyarakat untuk berbuat apa saja demi sebuah harta. Semoga tidak buat pembaca semua..

Friday, December 26, 2008

MENU WAJIB ANDA

Kalau anda suka traveling, khususnya yang suka menggunakan jasa perkereta apian, tentu pernah naik kereta jurusan Jakarta-Semarang atau sebaliknya Semarang-Jakarta. Ada 4 buah kereta api yang memiliki trayek Jakarta – Semarang atau sebaliknya, antara lain Ekonomi yang biasa berangkat dari stasiun Senen kalau dari Jakarta dan stasiun Poncol jika berangkat dari Semarang, dan 3 buah kereta yang berangkat dari stasiun Tawang kalau dari Semarang dan 2 dari Gambir, 1 dari Senen kalau berangkat dari Jakarta.

Kereta tersebut adalah satu kereta Ekonomi, satu bisnis Fajar Utama Semarang jika berangkat dari Jakarta dan berubah nama menjadi Senja Utama Semarang jika berangkat dari Semarang. Kemudian 2 kereta eksekutif masing-masing berangkat dari Semarang jam 4 sore Argo Muria dan jam 21.00 Argo Kamandanu, dan jika kembali ke Semarang dari Jakarta berangkat jam 07.15 pagi Argo Muria 2 dengan harga tiket antara Rp.200.000 sampai dengan Rp.240.000 jika hari libur untuk kereta eksekutif, dan Rp. 75.000 untuk kereta bisnis dan Rp.35.000 untuk kereta ekonomi.

Yang akan kita bicarakan kali ini adalah kereta Eksekutif. Saya sering naik kereta jenis ini. Kalau tidak salah ingat mulai bulan Agustus 2006 sampai saat ini, hampir setiap minggu saya naik minimal sekali pergi-pulang Jakarta Semarang. Memang saya akui perkereta apian hanya pada tahun 2000 sudah banyak mengalami banyak perubahan, mulai dari fasilitas kereta, service dibarengi dengan perubahan harga karcis tentunya.

Tempat duduk yang sangat nyaman, lebih nyamaan dibanding tempat duduk pesawat domestik kelas ekonomi, fasilitas KATV (Kereta api televisi) yang memutarkan film box office terbaru dan lagu-lagu terpopuler, bar, restorasi sampai dengan karaoke, dan makan tentunya. Wouw...

Namun ada satu hal yang mulai tahun 2006 sampai sekarang yang tidak pernah ada perubahan dan memang saya belum menemukan perubahan, yaitu menu makanan. Anda bisa melihat pada inzet gambar di atas, bahwa menu wajib makanan di kereta tersebut adalah nasi, telor goreng, ayam atau hati satu potong, sayur (kalau gak kacang pancang, buncis ya nangka) semuanya dalam kondisi dingin, kerupuk cap (atas nama) kereta api, jeruk satu buah, dan satu gelas air mineral..

Kalau hanya sesekali naik kereta tersebut, mungkin tidak pernah mengetahui kalau menu wajibnya seperti itu, namun kalau seperti saya yang seminggu minimal sekali naik kereta tersebut ya... pasti bosanlah dengan menu seperti itu terus..

Mungkin sebagai usulan, saya yakin bahwa menu tersebut menyesuaikan dengan buget. OK gak masalah, tetapi mungkin lebih indah dan banyak pelanggan yang suka, jika menu tersebut diganti-ganti terus selama seminggu atau dua minggu balik lagi atau selang-seling terus, dengan anggaran yang sama, biar penumpang yang sering naik tidak bosan dengan menu yang diberikan.

Sayang kan kalau gak dimakan, padahal awak kereta api sudah bekerja mati-matian untuk menyediakan menu tersebut. Semoga...

AKHIRNYA MAGISTER JUGA

Jam 21.00, Jumat tanggal 26 Desember 2008. Sebetulnya hari selasa tanggal 23 kemarin saya mau nulis peristiwa ini, tapi karena saya langsung melakukan perjalanan dengan keluarga ke Yogya kemudian ke Madiun setelah anak dan Istri saya menyusul saya ke Yogya, maka saya baru sempet menulis sekarang.

Jam 08.20, Senin. Cerita ini saya awali mulai hari Senin, tanggal 22 Desember 2008 sejak pesawat take off dari bandara Sukarno Hatta jam 08.20 terlambat 10 menit dari jadwal penerbangan semula, saya yang sejak pagi jam 07.00 sudah berada di bandara setelah diantar oleh Istri dan Elang, duduk di kursi 20 A dekat jendela dengan harapan saya bisa menyandarkan kepala bisa tidur dalam perjalanan. Namun rupanya setelah pesawat berada di atas awan sampai hampir mendarat lagi di bandara Semarang, mata tidak mau terpejam sedetikpun, padahal malamnya saya harus ngeprint materi tesis sampai jam 03.30 pagi.

Jam 09.30 pesawat landing di Bandara Semarang dan tidak ada perbedaan antara Jakarta dengan Semarang. Sambil menenteng tas geblok, saya keluar dari gate I kedatangan. Pak Mirza Iskandar sohib saya yang berasal dari Brebes sudah menunggu di depan pintu sambil menghembuskan rokok Ji Sam Soe nya. Sambil salaman kami jalan bersama menghampiri mobil.

Jam 19.40. Semarang yang pagi itu sangat cerah rupanya tidak secerah di jalan. Kendaraan siang itu cukup padat, sehingga membuat kami harus sering menghentikan kendaraan pada saat-saat tertentu. Kampus peleburan atau trent dengan sebutan kampus bawah keliatan sepi, disamping karena sudah sebagian besar aktivitas dialihkan ke kampus atas (Tembalang), hanya satu orang yang di tugaskan di kampus bawah.

Jam 12.00. Setelah menyelesaikan administrasi, kami berdua kembali melanjutkan perjalanan ke atas. Satu-demi satu keperluan kami selesaikan, termasuk melengkapi persyaratan daftar wisuda (jika sidang tesisnya lulus). Jam 19.30 sore segala macam persyaratan termasuk materi sidang sudah saya distribusikan dengan susah payah, karena harus mencari rumah dua dosen yang sangat susah alamatnya.

Jam 20.00. Kebetulan ada seorang teman istri saya yang sudah menyediakan hotel untuk kami, sehingga tanpa harus muter-muter mencari tempat peristirahatan, kami langsung bisa ceck in ke salah satu hotel yang dekat dengan kampus. Malam itu saya habiskan waktunya untuk tidur, setelah melengkapi sedikit bahan paparan besok pagi.

Jam 05.30. "Kriiiiiiiiinnnngggg"... Alarm hand phone di sebelah bantalku berdering setelah menunjukkan jam 05.30 hari Selasa. Aku beranjak mandi dan langsung pergi ke restorasi untuk ngambil breakfast. Soup, ayam goreng, roti bakar, makanan wajib hotel-hotel di Indonesia kami santap di dekat kolam renang untuk mengganjal perut kami. Tanpa terasa jam menunjukkan pukul 07.15 setelah kami berdua ngobrol seputar tesis dan dosen pembimbing kami masing-masing.

Jam 07.45 kami sampai dipelataran kampus saat beberapa petugas cleaning service sedang membersihkan halaman kampus. Saya langsung naik ke lantai 2 ruang sidan A2. Belum ada seorangpun disana. Saya buka notebook saya begitu melihat petugas akademik datang membawa proyektor.

Jam 08.00, dosen penguji mulai berdatangan satu-persatu. Dr. Ing Asnawi Manaf, Ir. Rina Kurniati, MT, Ir. Sunarti, MT. Ir. Holli Bina Wijaya, MUM. Satu persatu dosen penguji memberikan pertanyaan kepada kami setelah saya memaparkan hasil penelitian saya yang terangkup dalam sebuah Tesis dengan judul Sistem Pendidikan Non Formal pada Kawasan Kumuh di Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat. Begitu banyak dan tajam pertanyaan yang disampaikan ke saya, dan seribu jawaban saya sampaikan kepada beliau.

Jam 10.00, tanpa terasa. Setelah Pak Holli mempersilahkan saya keluar sebentar pertanda sidang telah berakhir. Kami keluar menunggu hasil musyawarah para penguji. Sepuluh menit saya diluar, kembali saya dipanggil untuk masuk kembali. "Hasil dari musyawarah kami, mengingat, menimbang dst.. bahwa secara terpaksa kami memutuskan.......(agak ada jedanya) bapak lulus dengan beberapa perbaikan dan saya ucapkan selamat" Pak Holli mengakiri pembicaraannya dengan mengulurkan tangan kepada saya memberikan selamat. Berikutnya dosen-dosen yang lain bergantian memberikan selamat kepada saya.

Jam 10.15. Plong, rasa bebas dari sedikit beban telah hilang. Saya keluar dari ruang sidang setelah beberapa saat saya ngobrol dengan dosen. Saya kembali temui satu persatu dosen penguji saya. Ada sedikit revisi tesis saya. Saya teringat teman saya yang lagi menunggu saya di bawah. Saya langsung ke bawah dan saya cari pak Iskandar. Rupanya beliau sedang ketemu putranya. Tidak begitu lama beliau muncul, kami dipeluk.. "Akhirnya master juga" kata yang terucap darinya.