Sunday, August 31, 2008

MUNGGAH

"Munggah" menurut bahasa Jawa artinya adalah melangkah ke tempat yang lebih tinggi, misalnya munggah bus, artinya melangkah naik bus, munggah gunung, artinya menaiki gunung, munggah kelas artinya naik dari kelas sebelumnya ke kelas yang lebih tinggi.

Namun lain halnya arti "munggah" menurut masyarakat Betawi muslim dan Sunda, (Jakarta dan sekitarnya) munggah diartikan dengan satu hari menjelang puasa Ramadhan.

Ada apa dengan munggah? Satu hari menjelang puasa Ramadhan, kaum muslim di Jakarta dan sekitarnya melakukan berbagai macam ritual. Ritual yang paling mencolok adalah budaya berkunjung ke keluarga yang lebih tua. Biasanya mereka membawa masakan. Disamping membagi-bagikan uang dan saling memaafkan antara anggota keluarga. Hal ini tidak saja dilakukan di lingkungan keluarga tetapi biasa dilakukan di kantor-kantor, dengan membagi-bagikan uang dari atasan kepada bawahan, dengan dibarengi acara makan-makan dan saling memaafkan disamping niat melakukan silaturahmi.

Kebiasaan lain yang terasa pada saat munggah adalah banyaknya masyarakat mengunjungi tempat-tempat perbelanjaan, seperti mall, pasar untuk membeli kebutuhan hari pertama bulan Ramadhan. Disamping mengunjungi tempat-tempat pemakaman sanak saudara untuk berdo'a. Kegiatan ini biasanya akan menjadikan kegiatan lain para penjual bunga tabur dengan menjadikan pintu makam sebagai pasar bunga dadakan.

Tradisi ini sebenarnya sudah berlangsung sejak dahulu kala. Pada jaman kerajaan tradisi munggah dilakukan dengan makan enak bersama sanak keluarga dan masyarakat sekitarnya sebelum seseorang akan melakukan pertapa. Diartikan bahwa munggah sebagai hari menyambut niat akbar seseorang atau sekelompok masyarakat tertentu.

Apakah anda juga termasuk yang memiliki tradisi ini?

Selamat berpuasa Ramadhan.

Wednesday, August 20, 2008

CEMONG

Sudah tidak nampak lagi raut muka manis itu, sudah tidak nampak lagi bilur-bilur garis kecantikan dan kegantengan anak-anak itu, sudah tidak nampak lagi bibir tipis dan mungil, sudah tidak nampak lagi lesung pipit itu, sudah tidak nampak lagi gigi bersih itu, bahkan sudah tidak bisa mengenali lagi siapa dirinya. Yang tertinggal jelas di wajah mereka adalah rasa senang, rasa gembira, rasa bangga bahkan rasa sedih karena telah memenangkan atau bahkan kalah dalam pertempuran hebat pada hari minggu itu. Bahkan warna hitam sebuah semangka sebesar bola volly yang dilumuri tepung arang yang dicampur dengan minyak goreng dan di tancapkan beberapa koin di sekelilingnya telah hilang, berganti warna hijau mengkilat karena warna hitam telah berpindah tempat kemuka, kepipi, kejidat anak-anak yang barusan ikutan lomba ngambil koin dari buah semangka.

Hari minggu itu tepatnya tanggal 17 Agustus 2008 bagi anak-anak merupakan hari istimewa karena libur, ada perhelatan besar yang hanya bisa mereka ikuti sekali setiap tahun, kegiatan yang tidak pernah mereka sadari kenapa libur dan kenapa ada perlombaan. Hari minggu itu adalah hari pulang cepat karena di sekolah mereka hanya upacara dan tidak ada kegiatan belajar mengajar. Hari minggu itu adalah hari bebas, sebebas-bebasnya bagi mereka. Bebas mengekspresikan kegembiraan. Sampai terlihat jelas dari raut mereka. Suka cita tertawa gembira.

Mereka tidak pernah menyadari dan tidak mengerti, bahwa hari itu adalah hari yang sangat bersejarah bagi kehidupan republik ini. Hari kemerdekaan sebuah bangsa Indonesia. Tonggak awal bangsa Indonesia yang besar ini mulai merangkak bangun dan belajar berdiri. Tonggak bangsa Indonesia melepaskan diri dari belenggu penjajah. Tonggak mulainya sebuah bangsa besar untuk mengatur dirinya sendiri dan membangun negerinya sendiri.

Banyak diantara mereka tidak mengerti apa arti 17 Agustus bagi bangsanya, tidak hafal lagi pancasila (apalagi mengamalkan), tidak hafal lagi lagu kebangsaannya, bahkan tidak mau tahu apa lambang negaranya. Yang penting bagi mereka adalah dapat koin sebanyak banyaknya. Apakah ini gambaran rakyat Indonesia semua? atau gambaran pemimpin bangsa Indonesia? yang hanya berjuang mengumpulkan uang dari korupsi tanpa berfikir, memikirkan, nasib bangsanya. Pemimpin yang gak mau ngerti Indonesia, pemimpin yang hanya mementingkan golongan / partai/ bahkan dirinyaa sendiri. Kayak anggota DPR kita..